ANIMEBLOG.BIZ.ID - Saya selalu mengira belanja itu cuma soal uang. Kalau kita punya uang, ya kita bisa beli. Itu logika sederhana yang diajarkan hidup sejak kecil: bayar, lalu dapat barang. Tapi semua itu runtuh ketika saya mencoba membeli barang dari luar negeri untuk pertama kalinya. Bukan barang mewah. Hanya satu buku impor yang tidak dijual di Indonesia. Saat proses pembayaran, muncul halaman kosong dengan satu kalimat dingin: Enter your credit card number. Dan di situlah saya berhenti.
Bukan karena tidak sanggup membayar, tapi karena dunia digital tidak menganggap saya pembeli yang sah hanya karena saya tidak punya kartu kredit. Rasanya seperti berdiri di depan toko yang pintunya terbuka tapi penjaganya tidak mau menatap saya.
Rasa Ingin Beli Itu Ada, Tapi Sistem Tidak Mengizinkan
Mungkin orang lain menganggap ini hal sepele. Tapi bagi saya, ada rasa aneh ketika barang yang ingin dibeli sudah di keranjang, tapi tidak bisa dibayar. Saya coba cari opsi pembayaran lain — transfer bank? Tidak ada. QRIS? Tidak ada. Virtual account? Tidak ada. Hanya satu pintu: Visa atau Mastercard.
Dan saya terdiam cukup lama. Saya sempat berpikir, “Apa saya memang tidak layak belanja di sini hanya karena saya tinggal di negara yang tidak semua orang punya kartu kredit?”
Jalan Pintas yang Tidak Pernah Diajarkan
Saya tidak menyerah. Saya mulai membaca forum, blog, cerita orang-orang yang mungkin bernasib sama. Di sana saya menemukan istilah yang jujur saja, terdengar gelap di telinga saya waktu itu: VCC – Kartu kredit virtual. Bukan dari bank, tapi dari penyedia digital. Tidak ada fisik, hanya angka. Nomor kartu, masa berlaku, CVV. Awalnya saya pikir ini ilegal. Ternyata tidak. Ini sah, hanya saja tidak dipromosikan secara terbuka. Orang yang tahu, ya tahu saja.
Saya beli satu VCC di Vccmurah.net. Rasanya seperti beli kunci. Bedanya, kunci ini tidak membuka pintu rumah, tapi pintu sistem internasional. Dan ketika akhirnya transaksi saya berhasil, saya diam cukup lama. Bukan bangga, tapi lega. Lega karena ternyata saya bukan miskin. Saya hanya tidak disiapkan untuk masuk ke sistem mereka.
Tidak Semua Orang Mau Ribet, Maka Muncullah Jalan Sosial
Tidak semua orang punya waktu untuk mempelajari VCC atau kartu debit digital. Makanya muncul jasa pembayaran kartu kredit atau jasa titip bayar. Seseorang di layar lain membayar dengan kartunya sendiri, dan kita cukup kirim uang rupiah. Ada yang menyebutnya ribet. Tapi bagi sebagian orang, ini adalah bentuk gotong royong versi digital.
Saya pernah bertanya pada penyedia jasa seperti itu:
“Kenapa kamu bantu orang-orang bayar?”
Dia menjawab, “Karena dulu saya juga disuruh mundur oleh kartu kredit. Saya tahu rasanya.”
Kadang teknologi global terlalu kaku. Tapi manusia selalu menemukan ruang empati.
Belanja Internasional Bukan Soal Barang, Tapi Soal Harga Diri
Ada momen yang saya ingat: paket pertama saya dari luar negeri akhirnya datang. Kotaknya penyok. Stikernya aneh. Nomor resinya penuh tulisan asing. Tapi saat saya buka… saya lupa semuanya. Bukan tentang apa yang ada di dalam kotak itu. Tapi tentang kenyataan bahwa saya berhasil masuk ke dunia yang sebelumnya berkata “tidak”.
Di situlah saya mengerti — kita tidak ingin sekadar belanja. Kita ingin diakui sebagai pembeli. Kita ingin punya hak yang sama untuk membayar sesuatu yang kita inginkan, tanpa harus lolos evaluasi bank atau memiliki kartu yang disebut “privilege”.
Jadi, Apakah Bisa Belanja Internasional Tanpa Kartu Kredit?
Jawabannya: bisa. Tapi tidak lurus. Kita harus berputar. Kadang pakai VCC dari Vccmurah.net. Kadang pinjam kartu orang. Kadang pakai jasa titip. Kadang beli gift card. Kadang coba debit digital. Kita tidak masuk lewat pintu utama, tapi kita tetap masuk.
Dan lucunya, semakin sering saya membaca cerita orang lain, semakin saya sadar: ini bukan hanya tentang cara membayar, tapi tentang cara bertahan. Dunia digital tidak selalu ramah, tapi manusia tidak mudah menyerah hanya karena satu kolom berisi: “Enter Credit Card Number.”
Penutup
Saya tidak menulis ini untuk mengajari. Saya hanya ingin menjelaskan bahwa kalau kamu merasa ditolak oleh sistem global hanya karena tidak punya kartu kredit? kamu tidak sendiri. Banyak yang melangkah diam-diam, dan mereka tetap sampai. Kadang lebih lambat. Kadang harus meminta bantuan. Tapi mereka tetap sampai.
Pada akhirnya, kita tidak butuh kartu kredit untuk menjadi pembeli global. Kita hanya butuh satu hal: rasa tidak mau berhenti hanya karena tombol bayar tidak menerima kita. Karena kalau tidak ada pintu, kita buat celah. Kalau tidak ada celah, kita buat jalan.
Dan selama itu terjadi, uang bukan satu-satunya kekuatan. Keinginan adalah kuncinya.
0 Comments